Pertanyaan :
Assalamualaikum, Afwan.
Bagaimana sikap kita terhadap suami yang pelit, dalam artian memang di kasih uang belanja, tapi jumlahnya hanya cukup untuk makan, sedangkan untuk keperluan yang lain seperti beli bensin, sandang, dll suami kurang perduli, jika memberi uang lebih diberikan dengan raut muka masam, secara suami berpenghasilan lebih dari cukup dan mampu memberi lebih kepada istri dan anak-anaknya. Terima kasih.
Jawaban :
Wa’alaikum Salam warohmatulloh wabarokatuh
Member Syameela yang semoga selalu dalam rahmat & ma’iyyah Alloh …
Diantara kewajiban seorang suami adalah menafkahi keluarga ( anak & istri ).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya”. (HR. Abu Daud 1692, Ibnu Hibban 4240)
Makna Nafkah itu adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam Ad Durr Al Mukhtar , kitab fiqih Syafi’i, disebutkan:
” Nafaqah adalah makanan, pakaian dan tempat tinggal”.(dinukil dari Ar Raddul Mukhtar , 3/572).
Dalam Al Fiqhul Muyassar ( 1/337) juga disebutkan:
“ Secara syar’i, nafaqah artinya memberikan kecukupan kepada orang yang menjadi tanggungannya dengan ma’ruf berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal dan turunan-turunan dari tiga hal tersebut”.
Maknanya seorang suami harus benar-benar memenuhi hal-hal tersebut sebatas kemampuan mereka bukan sebatas kemauan mereka_ Meremehkan dalam perkara ini akan berpotensi pada kezholiman.
Pun demikian_ hendaknya seorang istri juga harus memahami & menerima akan keterbatasan suami dalam hal nafkah. Maknanya ia tertuntut untuk bersyukur apabila nafkah itu lebih dari sekedar yang dibutuhkan & bersabar apabila sebaliknya.Sebab semuanya adalah kebajikan.
Jika suami bakhil, pelit terhadap istrinya dan tidak memberikan nafkah tersebut secara layak, padahal ia mampu memberikannya, dan suami hanya menumpuk harta dan kekayaannya untuk kepentingannya sendiri dan melalaikan kepentingan pokok istri dan keluarganya, maka hal tersebut sangat menjadi perhatian Rasulullah:
Dari ‘Aisyah bahwa Hindun binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suamiku) seorang laki -laki yang bakhil. Dia tidak memberi (nafkah) kepadaku yang mencukupi aku dan anakku, kecuali yang aku ambil darinya sedangkan dia tidak tahu”. Maka beliau bersabda: “Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan patut.” [HR Bukhari, no. 5364; Muslim, no.1714]
Hadits tersebut mengisyaratkan, sebenarnya ada bagian dari istri untuk harta suami untuk nafkahnya juga kehidupan keluarga dan jumlahnya pun sewajarnya. Istri bahkan boleh mengambil harta suami tanpa izin, sesuai dengan kebutuhannya.
Pun demikian_ Mengedepankan Sabar, Waro dan akhlaq mulia lainnya dalam mengahadapi suami yang seperti itu adalah bagian dari keutamaan yang banyak dilupakan oleh sebagian wanita ( istri ) hari ini.
Wallahu a’lam.